Bersumber dari Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani QS
A`udzu billahi min asy-syaitaan ir-rajiimBismillahir Rahmanir Rahim
Nawaytu'l-arba`iin, nawaytu'l-`itikaaf, nawaytu'l-khalwah, nawaytu'l-riyaada, nawaytu's-suluuk, nawaytu'l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadzal-masjid
Athi ’Allah wa athi’ur Rasuula wa ulil amri minkum - “Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisaa’ (4):59]
Kita hidup di suatu masa dimana semua orang ingin menarik apapun yang dia bisa kepada dirinya sendiri. Dan dimanapun menemukan sebuah keuntungan, maka dia akan berusaha terjun didalamnya. Dia tidak peduli apakah dibawah nama sebuah agama atau dibawah nama seorang guru atau jika itu dibawah nama sebuah komunitas atau sebuah kelompok, dia ingin berbuat sesuatu bagi dirinya sendiri meskipun hal itu dapat mempengaruhi posisi syaikhnya namun dia bersikeras untuk meraih sebuah tujuan yang ada dalam genggaman tanganya, dan ini berbahaya.
Nawaytu'l-arba`iin, nawaytu'l-`itikaaf, nawaytu'l-khalwah, nawaytu'l-riyaada, nawaytu's-suluuk, nawaytu'l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadzal-masjid
Athi ’Allah wa athi’ur Rasuula wa ulil amri minkum - “Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisaa’ (4):59]
Kita hidup di suatu masa dimana semua orang ingin menarik apapun yang dia bisa kepada dirinya sendiri. Dan dimanapun menemukan sebuah keuntungan, maka dia akan berusaha terjun didalamnya. Dia tidak peduli apakah dibawah nama sebuah agama atau dibawah nama seorang guru atau jika itu dibawah nama sebuah komunitas atau sebuah kelompok, dia ingin berbuat sesuatu bagi dirinya sendiri meskipun hal itu dapat mempengaruhi posisi syaikhnya namun dia bersikeras untuk meraih sebuah tujuan yang ada dalam genggaman tanganya, dan ini berbahaya.
Karena bukanlah pandangan masyarakat yang kau pikirkan ketika memproduksi sesuatu bagi mereka, namun dalam kenyataannya kau membagi cinta mereka menjadi dua. Kau pikir bahwa kaulah bangunan cinta mereka namun kenyataannya kau membagi cinta mereka. Dan buktinya adalah cerita Grandsyaikh kita. Beliau menceritakan bahwa Syaikh Sharafuddin (qs) sedang menyebutkan tentang maqam dan kehormatan yang Allah telah berikan kepada Sayyidina Shah Naqsybandi (qs). Dan pada waktu itu Grandsyaikh sedang khalwat, beliau jatuh cinta kepada Shah Naqsybandi (qs). Beliau berkata ketika Syaikh Sharafuddin berbicara mengenai Sayyidina Shah Naqsybandi (qs) sebagian cinta ditujukan baginya.
Jadi ketika sedang berkhalwat, beliau berkata, ”Aku sudah melihat...” Biasanya istri beliau menjenguk -ini sebuah ruang kayu- ketika beliau sedang berkhalwat, istrinya berada dilantai dasar dan beliau berada diruang dilantai atas dan beliau mengetuk lantai sehingga terdengar oleh sang istri dan dia menyadari sudah waktunya makan dan dia membawakan beliau makanan. Saat berkhalwat kau dibolehkan minum teh sebanyak yang kau mau dan kau diperbolehkan makan satu mangkuk lentil. Dan Grandsyaikh biasanya berkata, ”Tidak pernah aku punya nafsu makan.” Nafsu beliau adalah kecintaan kepada Allah swt, kecintaan kepada sang Nabi (saw) dan kecintaan kepada syaikhnya.
Jadi, masalahnya adalah satu hari beliau tidak mengetuk lantai; 2 hari beliau tidak mengetuk lantai sehingga sang istri mulai kuatir. Mungkin saja beliau wafat. Dia pergi ke Syaikh Sharafuddin (qs) dan berkata, ”Dia tidak mengetuk lantai.” Syaikh Sharafuddin menanggapi, ”Biarkan dia, dia masih hidup namun berada dalam suatu keadaan penglihatan sehingga dia tidak memberi respon kepadamu.” Dan Grandsyaikh, Mawlana Syaikh Abdullah al-Faiz ad-Daghestani (qs) melanjutkan ceritanya:
”Pada saat itu aku melihat seseorang datang dari jendela dan membawaku ke suatu tempat [dan orang itu adalah Shah Naqsybandi (qs)]. Dan kami bergerak dengan kecepatan dimana mata kami memandang ke sanalah kami menuju. Dan kami bergerak dengan kecepatan sangat tinggi selama 3 hari. Sampai kami tiba disuatu tempat, dari ufuk langit aku melihat seseorang, sebuah binatang yang sangat besar datang dan Sayyidina Shah Naqsybandi (qs) berkata, ”Kau tahu apa itu?” (Didepan sang syaikh kalian tidak boleh berkata ’Aku tahu’ meskipun kita tahu. Namun adab -dalam keadaan seperti itu. Aku tidak bicara tentang kehidupan normal, saat sang syaikh bertanya sebuah pertanyaan kepadamu maka kau harus menjawabnya. Jika tidak sedang khalwat atau bukanlah hal yang penting saat sang syaikh bertanya sesuatu yang Islami dan kau menambahkan sesuatu, itu tidak bisa diterima). Tetapi pada suatu keadaan beliau bertanya, ”Siapakah itu, apakah anda tahu siapa dia, dengan binatang itu ada dihadapannya?” Grandsyaikh menjawab, ”Ya Sayyidi -didepanmu- aku tidak tahu.”
Shah Naqsybandi (qs) berkata, ”Tunggu sampai dia mendekat, kemudian kau akan tahu, kau akan mengenalinya.”
Kemudian mereka menunggu dan menunggu dan menunggu sampai dia mendekat dan mereka dapat melihat dengan mata fisik. Dan Grandsyaikh melihat seorang laki-laki menarik seekor binatang besar dengan tali yang dilingkarkan ke leher binatang itu dan beliau bertanya, ”Kau tahu siapakah dia?” Grandsyaikh menjawab, ”Ya Sayyidi, andalah yang lebih tahu.”
Shah Naqsybandi (qs) berkata, ”Inilah syaikhmu, Syaikh Sharafuddin (qs), dialah yang menarik binatang itu,” dan beliau melanjutkan, ”Tahukah kau siapakah binatang itu?” Grandsyaikh menjawab, ”Ya Sayyidi, anda lebih tahu.” Shah Naqsybandi (qs) berkata, ”Binatang itu adalah Iblis.”
Syaikh Sharafuddin (qs) adalah salah satu awliya yang jarang ditemui. Beliau dimakamkan di Rasyadiyya yang terletak di luar kota Istanbul, disebuah tempat bernama Yalova dekat tepi laut. Jadi, orang-orang yang berkunjung ke Istanbul, ada baiknya naik bis dan berziarah ke makam beliau; ini satu arah menuju Bursa dan mengunjungi makam Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs). Dan disanalah Syaikh Abu Muhammad al-Madani (qs) dimakamkan, keduanya. Dan ada lagi yang lain yaitu Sayyid Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni (qs) dimakamkan di Istanbul. Jadi, 3 orang awliyaullah dari Naqsybandi ada disana.
Beliau [Shah Naqsybandi (qs)] berkata,”Inilah gurumu, syaikhmu. Perhatikan apa yang dilakukannya. Tidak seorang wali pun mencapai levelnya.” Dia, Allah swt telah memberikan otoritas kepada sang Nabi (saw) dan sang Nabi (saw) memberikannya. Dan salah seorang yang mewarisi rahasia beliau (saw) dan awliyaullah mewarisi rahasia berbeda yang dimiliki semua orang yang mereka warisi dari sang Nabi (saw), semua orang mengambil dari sang Nabi (saw) sebagaimana Sayyidina Muhammad al-Busayri berkata, “imma gharfan min al-bahri aw rashfan min ad-diyami - semua orang mengambil dari sang Nabi (saw) baik dari samudera dengan sebuah kendi besar atau setangkup kecil air yang diambil dengan tangan-tangan mereka.” Semua orang [awliya] mewarisinya dari sang Nabi (saw). Beliau [Shah Naqsybandi (qs)] berkata, “Allah swt memberikan dia apa yang tidak diberikan kepada awliya lain dan Dia memberinya untuk memiliki Iblis dibawah kakinya. Dan tiap 24 jam, siapapun yang terhubung dengan thariqah Naqsybandi, terutama pada jalur Rantai Emas, selama mereka berkata berasal dari thariqah Naqsybandi, Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs) mempunyai hak, ijin yang diberikan oleh sang Nabi (saw) untuk membuang semua dosa mereka kepada Iblis. Tiap 24 jam seluruh dosa mereka akan dibuang ke Iblis dan mereka akan datang sebagai anak yang baru lahir, suci, tanpa dosa.
Dengarkan dengan baik. Bukalah mata kalian. Laki-laki dan wanita juga. Ini sangat penting.
Jadi, Syaikh Sharafuddin (qs) mempunyai otoritas -setelahnya- dari sang Nabi (saw) untuk membawa dosa-dosa ummah dan membuangnya ke Iblis. Dan beliau mempunyai otoritas -kewajiban-kewajiban ibadah apapun yang sudah kita lakukan tidaklah sempurna- untuk menambahkan ibadah tersebut hingga maksimum, seakan-akan kita sudah melakukan ibadah dengan sempurna. Siapakah yang mempunyai otoritas itu? Kau pikirkan nama-nama awliya. Mereka berkata, ”Oh ini seorang wali, ini seorang wali, itu seorang wali.” Bukankah begitu? Dan terutama yang mempunyai otoritas dari Mawlana Syaikh untuk melaksanakan zikir, mereka datang kepada kami, mereka berkata, ”Oh mereka awliya, khulafa.” Mereka masih memakai popok seperti orang berusia lanjut yang memakai popok besar, buang air dipopok dan dari popok tercium bau tidak enak tapi mereka tidak menciumnya, serta mereka lihat banyak orang lari dari mereka. Mereka bertanya, ”Mengapa?” Mereka tidak tahu kalau mereka bau. Mereka pikir mereka suci. Berlian. Air kristal.
Inilah penyakit. Itulah masalah. Sang syaikh tidak mengatakan apa-apa. ”Baiklah.” Karena sang syaikh berenang dalam samudera kepatuhan. Sang syaikh tidak... bukan bermaksud kasar kepadanya. Namun masalahnya adalah barang siapa yang membuat divisi-divisi dan membuat penyakit ini melalui para murid dengan membagi mereka menjadi kelompok-kelompok kecil bukannya membuat satu kelompok besar. Malah memecah mereka dalam ribuan kelompok kecil. Mengapa? Karena penyakit ini yang membuat mereka berpikir kalau diri mereka sudah diberikan otoritas dan mereka pikir bahwa mereka penting. Mungkin saja sang syaikh menginginkan mereka pergi, tidak ingin ada mereka dihadapannya karena mereka meracuni murid lainnya.
Seperti dalam cerita Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs) bersama Sultan Abdul Hamid. Kita kembali ke cerita utama. Syaikh Sharafuddin (qs) dihadiahi sebuah jubah yang sangat langka oleh Sultan Abdul Hamid, jubah ini tebal dan berhias emas, beliau tidak mengenakannya dan diletakkan disamping beliau. Sebuah jubah yang sangat berharga. Dan beliau duduk dengan kaum ulama, memberikan nasehat dan salah satu dari ayam jantan ini -mereka- bagaikan burung merak dengan big turban namun hanya menularkan penyakit kepada yang lain. Dia tidak tertarik dalam thariqah. Dia hanya tertarik dengan bagaimana caranya dapat menghasilkan uang, bagaimana dia bisa bertahan hidup, dia hanya tertarik pada keuntungan pribadinya semata bukan atas nama thariqah Naqsybandi dan atas nama Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs). Dia bisa menipu orang lain namun tidak bisa menipu awliyaullah. Mereka tahu. Dia seorang penipu dan seekor bunglon.
Kau pikir kalau awliyaullah tidak tahu siapa yang murid dan siapa yang penipu? Tentu mereka tahu. Tetapi mereka tetap diam, apa untungnya membongkar kedok mereka bagi awliyaullah? Jika orang itu tidak membuka kedoknya sendiri dengan tingkah laku dan perbuatannya, satu hari ia akan jatuh dan akan membongkar kedoknya sendiri. Itu bahaya. Setelahnya kita akan... Berapa banyak orang yang datang kepada kami dan bertanya. Seperti kemarin seseorang bertanya, ”Bagaimana kita mengetahui awliyaullah? Bagaimana kita tahu bahwa dia tulus? Semua orang bertanya ini atau itu. Mereka berkata orang ini seorang wali, dia seorang wali, orang ini seorang ulama, orang yang ini wali. Bagaimana caranya kita mengetahui?”
Dan sang Nabi (saw) bersabda, ”A’udzu billahi min munaafiqin, beliau memohon dan mencari perlindungan kepada Allah swt: ’aliiman bil lisan jahuula bil qalb, ’aliiman bil-lisan atau ’alimun bil lisaan artinya ”Seseorang yang tahu bicara dengan fasih namun hatinya tidak peduli.” Dan sang Nabi (saw) mencari perlindungan kepada Allah swt untuk menyelamatkan ummah belaiu dari orang-orang seperti itu. Dan banyak sekali orang seperti itu disekeliling ummah seperti kaum ulama itu. Dan banyak sekali dari mereka yang yataghalghaluun, mereka bergaul dengan thariqah dan kemudian menjadi syaikh untuk menyimpangkan orang-orang dari jalur yang benar untuk keuntungan mereka sendiri.
Jadi, laki-laki yang datang ke pertemuan dimana Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs) memberikan nasehat bagi banyak orang yang tulus. Berapa banyakkah orang yang datang ke Mawlana Syaikh Nazim (qs) -semoga Allah swt memberikan beliau panjang umur- dan mereka tulus dan tidak menginginkan apa-apa kecuali datang untuk mengunjungi sang syaikh, beliau adalah sebuah lampu sorot. Banyak orang datang ke sang Syaikh karena dia adalah sebuah lampu sorot. Namun berapa banyakkah dari mereka yang datang untuk mencari keuntungan -mereka ingin mengambil sesuatu; ingin menipu orang lain, ingin memperlihatkan kalau mereka baik namun menginginkan pamrih nantinya. Mereka pergi ke Mawlana Syaikh dan berkata, ”Oh Mawlana Syaikh, kami mencintaimu. Kami dari sini; kami dari sana. Dapatkah kami mempunyai ijin untuk melaksanakan dzikir?” Apa yang Mawlana akan katakan kepada mereka? Beliau kenal mereka, mereka munafik dan beliau menjawab, ”Pergi” dan memberikan mereka ijin. Mereka pergi dan menjadi khalifah-khalifah besar -bahkan mereka mempunyai deputi-deputi.
Jadi apakah yang terjadi? Sesaat setelah laki-laki itu masuk, dan Sayyidina Syaikh Sharafuddin (qs) mengetahui apa yang diinginkannya, yaitu mengganggu pertemuan ini karena pertemuan tersebut dibawah berkah-berkah dan manifestasi/tajalli dari Rahmat Allah swt dan dibawah penglihatan sang Nabi (saw), kadang-kadang pada pertemuan seperti itu ada sebuah penglihatan dimana sang Nabi (saw) memperhatikan mereka sehingga mereka tidak ingin mengganggu pertemuan itu atau menghilangkan gangguan itu. Jadi segera setelah orang itu masuk ke dalam, Syaikh Sharafuddin (qs) tidak ingin mengganggu para hadirin dari memperoleh berkah-berkah, Syaikh Sharafuddin (qs) meminta seseorang untuk membawa jubah tersebut dan berkata, ”Aku tidak menemukan seorang pun yang pantas untuk mengambil jubah ini selain kau. Ambillah!” Laki-laki mengambilnya dan beranjak pergi. Syaikh Sharafuddin (qs) memberikan sebuah jubah yang sangat mahal -pada masa itu- Grandsyaikh memberitahu kami kalau harga jubah itu 7.000 buah koin emas. Kalau dimasa sekarang mungkin berharga sekitar 1 juta dolar. Allah swt tahu dimanakah jubah itu berada sekarang, siapakah yang memilikinya? Syaikh Sharafuddin (qs) memberikannya pada laki-laki itu dan dia pun pergi. Dia menyerah pada uang dunya untuk satu pertemuan yang lamanya sekitar setengah jam bersama para murid Syaikh Sharafuddin (qs). Perhatikan mana yang lebih berharga, duduk bersama para murid atau mempunyai kekayaan dunya. Laki-laki itu menyerah (pada dunya).
Aku biasanya melihat Mawlana Syaikh dan memperhatikan bagaimana beliau memberi sesuatu kepada orang ini atau orang itu. Kadang kala kau merasa tidak enak. Aku harus berkata yang sebenarnya. ”Mawlana yang anda beri ini adalah seorang penipu.” Namun kau tidak bisa berkata-kata, kau harus menelannya. Namun aku menyadari sesudahnya bahwa hal ini adalah keputusan yang bijak karena beliau menjaga agar mereka tetap diam dan juga menjaga mereka tetap berada disekitar karena satu hari mereka mungkin akan datang lagi ke Islam dan mungkin datang lagi untuk hengkang dari menjadi penipu dan menyadari sudah melakukan hal yang salah dan kembali serta bertaubat. Jadi, beliau memberi ini dan itu. Seperti Syaikh Sharafuddin (qs) memberikan jubah itu. Karena uang tidak ada dimata mereka. Apa yang ada dimata mereka adalah pertemuan ini, pertemuan dimana mereka duduk didalamnya, itulah yang mereka butuhkan. Mereka tidak tertarik dengan apapun yang dapat syaikh berikan dan orang-orang berbahagia. Biarkan saja mereka.
Dan bagi mereka yang benar-benar tulus, mereka tetap berada disekitar sang syaikh. Mereka mengambil manfaatnya. Jadi, orang itu mengambil jubah dan pergi. Apakah yang kau pikir dia lakukan dengan jubah itu? Dia mengambil jubah itu dan berpikir, ”Aku seorang khalifah.” Seperti seseorang yang mengambil sebuah kaos dari Mawlana Syaikh dan kembali ke tempat asalnya dengan berkata, ”Oh aku sang khalifah.” Kau bisa melihat begitu banyak hal ini terjadi di situs-situs internet. Banyak. Di Eropa, di negara-negara Arab, di negara-negara Timur Jauh, di Amerika, di Kanada, di Amerika Selatan. Banyak. Namun beberapa dari mereka benar-benar tulus. Sebagian tulus dan hanya sebagian lagi yang menjadi keuntungan. Namun mereka ini tercampur. Selama Mawlana.... ini keputusan beliau. Kita harus mengikuti dan menerima -dengan hikmah- yang kita tidak ketahui. Kami tidak suka berkata apa-apa. Jadi, kita kembali ke cerita utama.
Mengapa Grandsyaikh memperoleh penglihatan itu? Aku sudah menyebutkannya dalam buku Naqsybandi cerita itu. Mengapa Shah Naqsybandi (qs) memperlihatkan kepada Grandsyaikh kita mengenai syaikhnya -Syaikh Sharafuddin (qs)- apa posisi Syaikh Sharafuddin (qs). Karena Shah Naqsybandi memberitahukan Grandsyaikh untuk sangat berjati-hati. Cinta tidak bisa dibagi. Ketika cinta kepada sang syaikh terbagi menjadi banyak divisi lalu seperti sebuah kincir angin yang membawa air dari sebuah sumur yang cukup untuk satu ladang. Tapi airnya tidak cukup untuk 5 buah ladang. Ketika kau membaginya menjadi 5 atau 10 atau 100 atau 2 buah ladang maka kau membaginya dan airnya tidak cukup untuk semua orang. Kemudian kau tidak bisa meraih satu tempatpun; kau akan tersesat. Jadi, cintamu haruslah kepada syaikhmu.
Jadi masalahnya adalah bahwa kita tidak bisa membagi cinta itu. Tujuan, tujuan akhirlah yang harus kita raih. Jadi, ada para penipu yang mencuci otak siapa pun yang mendengarkannya dan mereka mengambil para pengikutnya jatuh cinta kepadanya dan meninggalkan syaikh utama, figur utama dan itulah yang kita lihat.
Kita lihat itu, orang itu membangun kelompok kecil pengikut disekitarnya. Kadang-kadang kau dapat mengenali dan melihat mereka. Dalam banyak masalah dengan Mawlana Syaikh, para pengikutnya tidak bisa bicara kepada Mawlana Syaikh jika Mawlana Syaikh ada disana, mereka tidak bisa mendekat kecuali orang yang sudah diberikan otoritas. Para pengikut ini harus menghadap dulu kepadanya. Dan jika mereka tidak menghadapnya dia akan berkata, ”Kalian harus datang kepadaku terlebih dahulu, baru kemudian ke sang syaikh.” Mengapa mereka harus menghadapmu, memang kamu siapa? Kau seorang penipu.
Jadi, itulah salah satu permasalahan utama kita -yang menjerumuskan orang-orang kita- dalam thariqah. Diluar thariqah, dalam kehidupan normal didalam masjid sama saja. Kau harus mempunyai kincir angin itu untuk mengairi satu ladang, mengairi satu ladang itu; ini merupakan ladang terpenting. Ladang lainnya bisa saja menjadi kering karena tanahnya tidak bagus, seperti mereka yang tidak sempurna. Yang sempurna -tetap mengairi- akan memberimu buah untuk dimakan.
Sayang sekali, aku membawa cerita itu karena kau bisa melihat bagaimana orang-orang berusaha mengambil semua keuntungan disekitar sang syaikh agar dapat membangun diri mereka sendiri dan berkata kepadamu, ”Oh, saya melakukannya untukmu. Saya melakukannya untuk syaikh saya.” Apakah yang kau lakukan untuk syaikhmu? Kau tidak mempunyai hak untuk bicara seperti itu bahkan untuk bicara, ”Aku melakukannya untukmu.” Siapakah yang menaruhmu diposisi itu? Kau menempatkan dirimu sendiri. Itu sebuah masalah, semoga Allah swt menyelamatkan kita dari itu dan mendukung kita untuk yang terbaik, agar menyempurnakan diri kita sendiri menjadi pengikut yang lebih baik dari Mawlana Syaikh Nazim (qs) -semoga Allah swt memberikan beliau panjang umur. Ini sesuatu yang diperuntukkan bagi orang-orang disini, Alhamdulillah Allah swt bahagia dengan semua orang secara umum. Nasehat umum -pertama-tama untukku- diriku sendiri dan kemudian bagi semua orang lain.
Bi hurmatil Fatihah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar