Kamis, 04 Desember 2008

Ulasan tentang Meditasi


Banyak orang salah paham bahwa meditasi berasal dari ajaran agama Hindu dan Budha saja. Namanya, mungkin berbeda-beda, tetapi esensinya sama. Dalam agama Kristen dikenal dengan saat-saat teduh atau Silent Moments, Yahudi menyebutnya Sabdatical Days. Dalam Islam dikenal dengan Dzikir, Tafakkur, atau Tawajjuh. Sholat pun sebenarnya bentuk meditasi yang diiringi dengan gerakan-gerakan penghambaan diri kepada Allah SWT.

Walaupun terdapat banyak jenis dan pendapat tentang meditasi, tapi jenis meditasi yang paling banyak dipraktekkan adalah yang membawa kita memasuki kondisi tenang dan relaks, merasakan nafas kita, menyadari kehadiran Tuhan dalam diri kita, serta mengarahkan kita untuk kembali pada diri sejati (fitrah) kita.

Dalam perkembangan selanjutnya, meditasi menjadi praktek yang sangat umum dipraktekkan. Menjadi salah satu teknik penyembuhan fisik maupun psikis. Metode menghilangkan stress yang sangat populer serta bahan riset yang menarik. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 500 riset mutakhir yang mempelajari efektifitas meditasi dalam penyembuhan berbagai penyakit (termasuk kanker, jantung, dan penyakit kronis lain), mengatasi berbagai gangguan emosi (stress, depresi, cemas, dll) serta untuk memperpanjang umur dan awet muda.

Contoh Ulasan Meditasi Sufi (Muraqaba) Oleh Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al-Haqqani
Muraqaba adalah sikap mewaspadai tujuan spiritual yang telahditetapkan). Banyak sekali pertanyaan dan komentar mengenai hal ini dari saudara-saudara kita, sehingga kiranya perlu ada sedikit penjelasan mengenai hal ini. Sidi Jalaluddi Rumi berkata, “Wahai dikau yang kehausan dan tak berarah, datanglah! Kami adalah insan-insan yang meminum ‘air’ Makrifat Sayyidina Khidir dari arus sungai beliau. Jikalau kalian tidak dapat ‘melihat air’ itu secara nyata, maka berbuatlah seolah-olah engkau seorang tuna netra.

Bawalah sebuah ‘tempayan’ sebagai tempat untuk menangguk ‘air’, dan masukkanlah tempayan itu ke dalam arus sungai. Tenggelamkan dirimu sedalam-dalamnya ke dalam ‘arus sungai’ tersebut, sampai dirimu merasakan suatu sentuhan yang berbobot. Ketika sentuhan itu mulai terasa, berarti engkau telah mengalami suatu bimbingan spiritualitas. Pada saat itu kalbu kalian mulai terlempar dari kehampaan dan kepura-puraan menuju kepada suatu pengalaman ruhaniah yang nyata.

Benang merah inilah yang acap kali dilakukan oleh para Awliya Allah (Syaikh, serta penuntun ruhani kita), sehingga hal tersebut haruslah menjadi bahan perenungan dan pendalaman kita mengenai makna muraqaba.

Muraqaba (berasal dari kata raqaba/raqib) itu sendiri merupakan faktor kedua setelah kondisi kesaksian ini karena dia menyangkut kesadaran bahwa kita diamati oleh-Nya. Sidi Muhyidin Ibnu Arabi qs menerangkan bahwa asal kata ini berakar dari ayat terakhir Ayat Kursi, “Wa laa ya-uuduhu hifzhuhumaa…” Dia (Allah swt) adalah Raqib as-samawaati wa-l-ardh (Pemilik Alam Dunia dan Akhirat). Muraqaba dari seorang hamba merupakan implikasi dan imitasi dari Atribut Ilahi, yaitu al-Raqib atau Dia Yang Memiliki Pengelihatan atas Segala Sesuatu dengan Segala Yang Dia Miliki. Muraqaba yang kita laksanakan merupakan khazanah kesadaran bahwa Dia melihat kita. Dia melihat di setiap lingkup Waktu yang ada, sebagaimana Waktu adalah Dia. Waspadalah mengenai hal ini. Dia mengawasi di dalam setiap untaian waktu, siang dan malam hari. Pada kondisi biasa-biasa saja, tingkatan kewaspadaan tersebut tidak melekat pada diri kita. Mengapa? Karena kita terlalu sibuk dengan kehidupan yang serba materialistik—yang kita anggap lebih bernilai. Kita sudah sedemikian tenggelamnya dalam atribut yang mendunia.
Muraqaba adalah usaha untuk menjadi sadar, dan lebih sadar lagi. Kita harus memulai dengan hal-hal yang sederhana dulu, sebelum melangkah kepada hal yang lebih besar.

Walaupun, pada kenyataannya apa yang kita sebut ‘kecil’ pun sebenarnya tidak kecil; tetapi sangat besar. Apa saja ‘perbekalan’ kita untuk ‘melihat’ Allah ? Kita hanya punya daya imajinasi saja. Maulana Syaikh membacakan suatu ayat yang menyatakan bahwa Allah bersama kita, di mana pun kita berada. Cobalah berimajinasi bahwa Dia bersama kalian. Oleh karena itu, cobalah melakukan satulangkah lebih awal, yaitu membayangkan bahwa Rasulullah saw; selalu bersama kalian. Beberapa dari kita bisa diberikan karunia untuk dapat merasakan/melihat itu, tetapi pada umumnya jarang sekali.

Sumber : http://mahadewa-kalashakti.com/index.php?option=com_content&task=view&id=136&Itemid=116

Tidak ada komentar:

Kumpul Blogger