Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
Khutbat al-Jumu'ah, 24 Oktober, 1997
Masjid at-Tawhiid, Mountain View, California
Bismillaah ir-Rahman ir-Rahiim
was-shalaat was-salaam ala Sayiddina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
akan Saya baca terjemahan bahasa Inggrisnya. Dalam Surat al-Kahfi ayat 107, yang berbunyi, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal." 108, "Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya." 109, "Katakanlah: ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).’" Dalam ayat 110 berbunyi, "Katakanlah: ’Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah (Tuhan) kamu itu adalah Ilah (Tuhan) Yang Esa’". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhan-nya."
Dalam ayat-ayat ini, kita melihat bahwa Allah SWT telah berjanji bahwa barangsiapa berbuat baik, Ia pun akan memberikan pada mereka surga-surga. Mereka yang beriman, yang menerima Islam, yang tidak hanya menerimanya tanpa melakukan amal (perbuatan baik), karena kalian pun bisa menjadi Muslim tanpa amal—tetapi di sini Ia menekankan bahwa, "Wahai Muslim, Wahai Mu'min, kalian harus melakukan amal kebajikan." Dan Ia menekankan akan pentingnya melakukan perbuatan baik. Tidak hanya, "Aku percaya, aku seorang Muslim, dan aku berbuat kejahatan. Aku melakukan salatku tetapi aku berbuat kejahatan.” Tidak. Allah SWT menempatkan amal kebajikan bersama Iman, dus amal kebajikan adalah sejajar bersama Iman.
Kalian bisa saja beriman, kalian bisa mengatakan, “La Ilaaha Ill-Allah Muhammadun RasulAllah”, tetapi mungkin kalian tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik. Persyaratannya adalah bahwa kalian harus menjadi seorang yang beriman dan kalian harus berbuat kebajikan. Siapa yang berbuat kebajikan, mereka akan memperoleh Surga Firdaus. Mereka akan tinggal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak akan berada di tempat lain. Allah SWT akan membalas mereka atas Iman mereka dan atas amal mereka.
Tanpa amal, kalian tak akan memperoleh Surga Firdaus. Allah SWT mungkin akan mengirim kalian ke tempat lain. Tapi, dengan amal kebajikan, kalian akan mendapatkan Jannat al-Firdaus.Muslim harus bekerja keras untuk melakukan amal kebajikan—dan tidak sekedar memikirkannya, “Aku datang dan salat, dan aku percaya bahwa Allah SWT adalah Pencipta kita dan Sayyidina Muhammad SAW adalah Utusan-Nya,” melainkan “Aku harus bekerja keras untuk kebaikan masyarakat, untuk kebaikan ummat Muslim. Maka aku akan meraih Jannat al-Firdaus.”
Kita semua, alhamdulillah, adalah orang-orang yang beriman. Jika kita tidak beriman tentu kita tidak akan datang ke sini. Jadi, kita harus beriman pada Pesan dari Allah SWT. Apa yang Allah SWT telah turunkan bagi kita melalui Sayyidina Muhammad SAW, kita harus menerimanya. Kita tak boleh mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Kita harus mengambil seluruhnya bersama-sama dan berusaha untuk maju, atau pencapaian kita akan Surga tidak akan lengkap. Kita mungkin hanya akan memperoleh derajat yang lebih rendah dalam surga.
Dan kita tidak menginginkan hal itu. Setiap orang menginginkan lebih karena Allah SWT begitu Pemurah. Allah SWT adalah Sang Maha Pemurah Yang Mutlak. Kita ingin untuk berbuat lebih untuk mencapai lebih.Dan Allah SWT melanjutkan, “Katakanlah!”—“Qul Ya Muhammad SAW!” Hanya bagi Allah SWT-lah untuk mengatakan, “Katakan wahai Muhammad SAW! Jika seluruh lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku, lautan itu akan habis, habis seluruhnya, tinta akan habis, pena-pun akan patah dan habis, sekalipun jika kita tambahkan lautan atas lautan atas lautan, seluruh lautan dan samudra itu akan habis, tetapi Kalimat-Kalimat Allah SWT itu tak akan pernah habis.” Ayat itu dimulai dengan, “Wahai Muhammad SAW, katakan pada mereka...,“ karena Sayyidina Muhammad SAW telah mengetahui, hal itu bukanlah bagi beliau, tapi bagi kita untuk mengetahuinya. Karena beliau yang telah diundang untuk Isra' dan Mi'raj, mengetahui pentingnya, mengetahui Tawhid Allah SWT (Keesaan Allah SWT), mengetahui Keagungan Allah SWT. Allah SWT berfirman pada beliau, “Qul!” Katakan pada siapa? Katakan pada mereka, pada Ummah, pada hamba-hamba Allah SWT, pada seluruh manusia. Di sinilah kita harus melihat bahwa ada suatu perbedaan antara status Muhammad SAW dengan status dari seluruh manusia. Allah SWT berfirman pada beliau, “Qul Ya Muhammad SAW”—“Katakan pada mereka Wahai Muhammad SAW, karena engkau sudah tahu. Aku telah memanggilmu ke Hadirat-Ku karena dirimu adalah intan permata yang paling berharga dalam alam semesta ini. Engkau mengetahui Keagungan-Ku. Maka, katakanlah pada mereka apa yang kau tahu tentang Diri-Ku. Katakan pada mereka bahwa sekali pun seandainya lautan dan samudra adalah tinta...”
Beginilah pikiran kita bekerja, dengan imajinasi dan perumpamaan. Karena itulah Allah SWT memberikan pada kita suatu contoh dalam Quran Suci agar kita mengerti, perumpaan akan “samudra dan lautan sebagai tinta, untuk menulis Kalimat-kalimat Allah SWT.” Kemudian bayangkanlah bahwa lautan itu akan habis, sedangkan Kalimat-Kalimat Allah SWT tak akan pernah habis. Bahkan jika seandainya kalian menambahkan lagi samudra lalu lautan lalu samudra lalu lautan...” Jadi, artinya pengetahuan kita adalah apa? Pengetahuan kita bukan apa-apa, tidak ada apa-apanya. Seluruh ilmu dan pengetahuan yang kita banggakan hari ini, komputer, teknologi, rekayasa (engineering), fisika, kedokteran, semua nihil, bukan apa-apa, dibandingkan dengan Kalimat-Kalimat Allah SWT, dibandingkan dengan Ilmu dan Pengetahuan Allah SWT, dibandingkan dengan Ilmu dan Pengetahuan Nabi Muhammad SAW. Jika seluruh rekayasa dan teknologi ini, dan juga ilmu kedokteran ini, bukan apa-apa, itu berarti pengetahuan Sayyidina Muhammad SAW, yang telah Allah SWT berikan padanya, dapat melakukan mu'jizat dan keajaiban. Ilmu dan pengetahuan itu dapat mengubah apa pun di alam semesta ini. Pengetahuan dan Ilmu dari al-Quran Suci yang dapat kita pahami, dapat mengubah seluruh alam semesta ini. Di manakah pengetahuan itu? Di manakah ilmu dan sains itu? Karena Allah SWT telah melukiskan dalam al-Quran Suci bahwa pengetahuan iptek kita itu bukan apa-apa, maka ia tidak memiliki nilai apa pun.
Ayat itu bermakna, “Katakan pada mereka, Ya Muhammad SAW, tentang apa yang kau ketahui tentang Diri-Ku. Tentang Ilmu-Ku dan katakan pada mereka bahwa pengetahuan yang telah Kami berikan pada mereka tak berarti apa-apa dibandingkan Ilmu-Ku. Bahkan seandainya samudra dan lautan ditambahkan atas samudra dan lautan lalu ditambahkan atas samudra dan lautan, Kalimat-Kalimat-Ku, Ilmu-Ku tak akan pernah habis!” Jadi, kita sangatlah kecil, tak berarti apa-apa. Jadi, ilmu yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada kita melalui Quran Suci dapat melakukan kekuatan-kekuatan yang ajaib (mu'jizat). Di manakah ilmu itu? Kita harus mencari ilmu itu, kita harus melakukan riset dan penelitian atasnya. Bukan hanya riset untuk sains, bukan hanya riset untuk teknologi saja, karena sains teknologi tak bernilai apa-apa (dibandingkan ilmu dari Quran Suci).
Sains dan teknologi biasa tak akan mampu membawa kalian ke surga, tapi ilmu Allah SWT-lah yang akan membawa kalian ke surga. Dan karena ilmu manusia jika dibandingkan dengan ilmu Allah SWT adalah tak ada artinya, kita pun mesti menyadari betapa kurang dan lemahnya diri kita. Dan karena itu pulalah kita lalai dan bodoh akan ilmu dan pengetahuan tadi. Karena itulah mengapa Nabi SAW berkata kepada kita, dalam lanjutan ayat tadi, “Wahai Muslim, wahai manusia, Ilmu Allah SWT tak pernah habis. Bahkan setelah samudra di atas samudra...”
Apa yang difirmankan Allah SWT setelah itu? Ia berfirman, “Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti dirimu, tapi telah diwahyukan kepadaku." Apakah maknanya di sini? Banyak orang sekarang berkata, “Ah, Muhammad SAW tidaklah seperti kami, tapi ia lebih baik daripada kami karena telah diwahyukan padanya.” Tetapi, ini bukanlah makna dari ayat tersebut. Ayat tersebut bermakna, “Aku adalah seorang manusia yang telah mengerti Kemuliaan dan Keagungan Allah SWT, dan tak seorang pun dapat memperoleh pengetahuan ini.” Seberapa pun tingginya maqam dan kedudukan yang mungkin kita raih, kita tetaplah memilik batasan-batasan. Makna dari, “Aku adalah seorang manusia seperti dirimu,” BUKANLAH “Aku adalah suatu badan, suatu tubuh fisik sehingga engkau tidaklah lebih baik dariku dan aku tidaklah lebih baik darimu kecuali bahwa aku menerima wahyu.” Bukan! Maknanya yang benar adalah, “Wahai Muslim, sekalipun dengan apa yang telah Allah SWT berikan padaku, akan keagungan dan kenabian (nubuwwah) dan wahyu, tetaplah aku tidak akan mampu mengetahui seluruh ilmu Allah SWT, tetaplah seluruh karunia itu memiliki batasannya, bahkan bagiku.” Ayat itu tidaklah bermakna bahwa kalian dapat meminimalkan peran dari Sayyidina Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama baru kontemporer Islam. Tidak!
Mayoritas Ulama dalam Islam menekankan pentingnya ayat ini, di mana Sayyidina Muhammad SAW tengah menunjukkan pada orang-orang, “Bahkan dengan kebesaranku, bahkan dengan kekuatan yang Allah SWT telah karuniakan padaku, bahkan dengan Isra' dan Mi'raj, bahkan dengan wahyu, tetaplah aku terbatas dalam mengetahui Ilmu Allah SWT. Tetapi kalian pun terbatas dalam mengetahui pengetahuanku.” Sayyidina Muhammad SAW tengah menekankan, “Kalian terbatas dibandingkan pengetahuanku dan aku pun terbatas dibandingkan Ilmu dan Pengetahuan Allah SWT.” Wahai Muslim, Allah SWT tidak menerima syiriik (sekutu) apa pun. Dan itulah mengapa Sayyidina Muhammad SAW bersabda dalam ayat ini, “Aku hanyalah seorang manusia,” ini bermakna, “Aku tidaklah mensekutukan diriku sendiri dengan Allah SWT. Karena itulah ilmuku tidaklah sama. Dan, sebagai Nabi Muhammad SAW, Penutup para Rasul, tak seorang pun dapat meraih tingkatanku. Kalian harus mengetahui batasan kalian, dan aku pun mengetahui batasanku terhadap Tuhanku.”
Zuhair ibn Jandab RA, salah seorang Sahabat, berkata, “Apakah yang menjadi alasan turunnya ayat yang mengatakan, "Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan-nya." Ayat itu turun untuk menunjukkan perbedaan di antara kita dan Nabi SAW; dan antara Nabi SAW dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, aku adalah seorang manusia seperti dirimu, tapi telah diwahyukan padaku,” bermakna, “Aku mengetahui batasanku, dan engkau pun mengetahui batasanmu, tetapi telah diwahyukan padaku bahwa jika seseorang ingin untuk melakukan amal, ingin untuk berada di Hadirat Tuhannya, namun karena dia tak mampu meraih pengetahuan Tuhannya, ia pun terbatas, maka hendaklah ia melakukan amal kebajikan, amal salih untuk Akhiratnya.” “Siapa yang ingin berada di Hadirat Allah SWT di Akhirat, hendaklah ia melakukan amal kebaikan. Dan hendaklah ia tidak menyekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Allah SWT.”
Mengapakah ayat tersebut turun? Ayat itu bukanlah tentang syirik dalam menyembah seseorang bersama Allah SWT, ayat itu tidaklah bermakna demikian, sebagaimana mereka mengatakannya saat ini. Mereka melabeli mu'min dan muslim dengan menggunakan ayat-ayat Quran yang Allah SWT turunkan berkenaan dengan orang-orang Kafir, Yahudi, dan Kristen, mereka yang menyembah berhala, atau mensekutukan seseorang dengan Allah SWT. Ayat itu berkata, “Jangan sekutukan siapa pun.”Menurut Zuhair ibn Jandab RA, ia mendatangi Sayyidina Muhammad SAW dan berkata, “Ya RasulAllah SAW, terkadang aku melakukan sesuatu untuk Allah SWT, aku melakukan amal yang kulakukan untuk menyenangkan Tuhanku, dan aku akan melakukannya untuk ridha Allah SWT dan untuk cinta-Nya bagiku, tapi saat orang-orang tahu akan amal itu, aku akan senang jika orang-orang tahu akan apa yang telah kuperbuat.”
Kemudian Nabi SAW bersabda, “Ya Zuhair RA, jangan sekutukan siapa pun dalam ibadahmu.” Ini berarti jangan senang bahwa orang-orang tahu tentang apa yang telah kau perbuat, karena ini adalah kesyirikanmu. Kedudukanmu di hadapan Allah SWT seakan-akan dirimu bangga atas apa yang telah kau perbuat. Itu berarti kau ingin agar orang-orang menghormatimu dan mencintaimu karena engkau telah melakukan amal ini. Amal itu tidaklah murni bagi Allah SWT. Kini, kita menyaksikan orang-orang senang—saat mereka melakukan sesuatu, mereka ingin setiap orang tahu. Saat mereka melakukan pengumpulan dana, mereka ingin setiap orang untuk tahu berapa banyak yang telah mereka sumbangkan untuk masjid, atau untuk hal-hal Islami lainnya.
Kenapa? Karena mereka akan menjadi terkenal dalam masyarakat dan orang-orang akan menyebut mereka, “Oh, mereka adalah orang-orang yang amat baik.” Itu adalah syirik-mu atas amalmu di hadapan Allah SWT bersama seseorang lainnya. Kalian tak perlu itu. Itu tidaklah haram, tetapi itu tidaklah sempurna.
Dan beberapa 'ulama berkata, ada dua macam amal. Ada `amal al-mubtadi`iin dan `amal al-kamiliin, amal para pemula, dan amal orang-orang yang sempurna. Ini berarti bahwa mereka yang dalam Islamnya, berusaha untuk maju, senang untuk menunjukkan bahwa mereka tengah melakukan sesuatu. Mereka yang telah mencapai maqam kesempurnaan, suatu maqam dari tazkiyyatun-nafs, pensucian diri tak akan peduli apakah orang lain tahu atau tidak atas apa yang telah mereka perbuat, karena mereka melakukannya untuk Allah SWT. Wahai Muslim, amal kita mestilah hanya untuk Allah SWT, dan amal kita mestilah tersembunyi. Tak seorang pun mesti tahu apa yang telah kita lakukan. Maka, saat itulah, kita tak akan mengizinkan ego kita untuk bermain dengan kita.
Hal yang paling berbahaya, sebagaimana disabdakan Nabi SAW, “Hal yang paling kutakutkan bagi ummatku adalah syirik tersembunyi, yaitu penyekutuan tersembunyi dalam amalan-amalan ummatku, bahwa mereka akan bangga di hadapan masyarakat, dan berkata, ‘Kami telah melakukan ini.’” Itu adalah di mana kalian menempatkan diri kalian di hadapan Allah SWT. Kalian mesti menyembunyikan diri kalian. Jika kalian memberikan sesuatu dengan tangan kanan kalian, tangan kiri kalian tak boleh tahu. Saat kalian menulis cek, tak seorang pun boleh tahu kecuali dirimu sendiri. Wahai Muslim, Allah SWT adalah Maha Penyayang terhadap diri kita, dan Dia mengirimkan bagi kita, dalam Islam, begitu banyak kebahagiaan, begitu banyak keagungan, dan begitu banyak cinta, hingga jika kita benar-benar mengikuti jalan dari Sayyidina Muhammad SAW, kita akan beroleh kebahagiaan dan kita akan melihat bahwa anak-anak kita pun tak akan hilang tersesat, karena Allah SWT tak suka menjadi seorang tiran bagi hamba-hamba-Nya. Allah SWT adalah Maha Pemurah terhadap hamba-hamba-Nya. Jika kita baik, kita pun akan melihat kebaikan. Jika kita melakukan suatu kesalahan, kita pun akan melihat sesuatu sepertinya. Wahai Muslim, sucikan hatimu, dan sucikan hatimu, dan bukalah dirimu sendiri pada cinta Allah SWT. Allah SWT berfirman, "Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." Semoga Allah SWT menaruh kita dalam rahmat itu.
Wa min Allah at tawfiq
©As-Sunnah Foundation of America (http://www.sunnah.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar