Rabu, 07 Januari 2009

Energi Al-Qur’an

Oleh : Maulana Ahmad Robi Darmawan

Membahas tentang sesuatu yang tidaklah kasat mata sebagaimana bahasan tentang energi memang sangatlah rumit. Hal ini dikarenakan sebagian besar umat manusia selalu ingin melihat pembuktian melalui panca inderanya. Sementara kita memahami bahwa panca indera kita memiliki keterbatasan yang pastilah tidak akan mampu untuk mendeteksi keberadaan sesuatu yang di luar ambang batas toleransi panca indera kita.

Sebagai contoh kita tidak akan mampu mendeteksi atau menerima pancaran frekwensi televisi atau radio hanya dengan panca indera kita. Maka pastilah dibutuhkan suatu mekanisme tertentu yang kemudian diwujudkan dalam piranti peralatan sehingga mata ataupun telinga kita mampu menerima pesan-pesan yang ada dalam frekwensi televisi atau radio tersebut.
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, tetapi mereka berpaling daripadanya (tidak mau memikirkannya)” … (QS Yusuf 12 :105).

Maka demikian juga dengan Al-Qur’an yang sebenarnya bukan hanya yang termaktub di dalam kitab yang dibukukan saja. Tetapi kalau kita melihatnya dengan kacamata ilmu pengetahuan maka sebenarnya Al-Qur’an dari awal dunia berkembang sampai akhir dunia nantinya tetap menggema di seluruh alam semesta. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah caranya supaya kita mampu menerima frekwensi Al-Qur’an yang konon katanya sangatlah dahsyat energinya.

“Dan kami menurunkan dari sebagian Al-Qur’an yaitu sesuatu yang merupakan obat dan rahmat untuk orang-orang mukmin” … (QS Al-Isra’ 17:82).

“Kalau sekiranya dengan Al-Qur’an dapat diperjalankan gunung-gunung (memindah-mindahkan gunung) atau dibelah-belah bumi atau orang mati diajak berbicara/dapat berbicara (niscaya mereka tiada juga mau beriman)” … (QS Ar-Ra’du 13:31).

“Andaikata Al-Qur’an Kami turunkan di atas bukit/gunung, maka engkau akan melihat bahwa gunung itu tunduk dan terbelah karena takut terhadap Allah, dan perumpamaan itu Kami jadikan untuk manusia agar mereka memikirkannya” … (QS Al-Hasyir 59:21).

Dari ayat-ayat di atas jelaslah sudah bahwa begitu dahsyat energi yang dibawa oleh Al-Qur’an tersebut. Dan diterangkan juga bahwa hanya hati hamba Allah yang tenang, lunak, dan damai saja yang mampu untuk menerimanya. Jadi hanya manusia saja yang diizinkan oleh Allah yang sudah barang tentu dengan dilengkapi piranti-piranti yang telah ditanamkan oleh Allah di dalam manusia tersebut.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah mengapa saat ini Islam sudah tidak lagi berenergi apabila Al-Qur’an sebagai senjatanya ? Pasti ada yang salah dalam mengurai Al-Qur’an sehingga pada akhirnya salah dalam tata cara pelaksanaannya. Energi Al-Qur’an saat ini hanya dirasakan oleh segelintir orang yang memang dengan sungguh-sungguh mau merisetnya.

Marilah kita awali dengan memandang Al-Qur’an (kitab) sebagai buku petunjuk untuk menguak rahasia yang lebih luas dari hakikat Al-Qur’an sebagai bentuk energi yang sangat dahsyat.
Perumpamaan :

Buku atau kitab Einstein yaitu KITAB TEORI ATOM. Kitab tersebut mempunyai energi yang dahsyat hingga mampu meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki dalam perang dunia ke 2. Lalu bagaimana caranya mengeluarkan energi dari KITAB TEORI ATOM tersebut ?
Maka yang harus dilakukan adalah :
Membacanya sebagai awal untuk mengambil informasi yang terdapat dalam kitab tersebut dan menganalisa serta mengambil intisari makna dari kitab tersebut sehingga akhirnya didapatkan rumusan-rumusan dari yang sederhana sampai yang kompleks yang sudah barang tentu harus didampingi oleh ahlinya(tahap ILMUL YAQIN).

Menguji coba rumusan-rumusan tersebut dengan serentetan proses kimiawi sehingga menghasilkan suatu hasil yang dinamakan bom nuklir (tahap AINUL YAQIN).

Meledakkan bom tersebut sehingga mendapatkan pembuktian tentang kedahsyatan energi KITAB TEORI ATOM (tahap HAQQUL YAQIN).

Maka apabila kita memakai model pendekatan yang sama terhadap Al-Qur’an maka pastilah kita akan mencapai apa yang dinamakan tahap HAQQUL YAQIN (bukan katanya tapi kataku). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 komponen dalam mengurai energi Al-Qur’an yaitu :

Buku panduan yaitu Al-Qur’an (kitab).
Pendamping yang merupakan pakar Al-Qur’an yaitu Ulama Ahli Dzikir (Pembimbing).
Periset yang menyelidiki bahasan tersebut di atas yaitu Murid.

Pertanyaannya kenapa ahli dzikir ?
“Bertanyalah kepada ahli dzikir apabila kamu sekalian tidak mengetahui. Kami utus mereka itu dengan membawa keterangan dan kitab-kitab” … (QS An-Nahl 16:43-44).

Jadi apakah inti permasalahan yang dapat kita cermati dengan contoh di atas adalah bahwa selama ini ada kesalahan dalam memperlakukan Al-Qur’an. Bukan tak ada gunanya membaca bahkan dengan lagu yang indah-indah. Tetapi lebih daripada itu bahwa sebenarnya ada hal yang lebih penting yaitu mengerjakan apa yang diperintahkan dari bacaan tersebut sehingga sampailah kita pada fase akhir yaitu membuktikan sendiri kedahsyatan energi Al-Qur’an. Al-Qur’an berisi perintah-perintah kerja dan petunjuk-petunjuk teknis bagaimana cara berhubungan dengan Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada-Ku dan carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Ku dan bersungguh-sungguhlah pada jalan itu, maka kamu pasti menang” … (QS Al-Maidah 5:35)

Sehingga benarlah bahwa Al-Qur’an membawa energi yang begitu dahsyat karena ternyata yang akan kita dapatkan adalah kedekatan dengan dzat yang Maha Perkasa Allah SWT yang hasilnya akan membawa kemenangan demi kemenangan di muka bumi. Menurut hemat saya tiada urusan yang lebih penting dibandingkan urusan kedekatan kita dengan Allah, karena hanya dengan mendekat kepada Allah adalah kunci keselamatan dunia dan akhirat kita. Tiada kamus kalah bagi Allah dan para hamba-Nya.

Selanjutnya marilah kita kupas bersama bahasan tentang bagaimana petunjuk-petunjuk teknis yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam firman-Nya disebutkan bahwa diperintahkan atas kita untuk bertanya kepada ahli dzikir apa-apa yang tidak kita ketahui.

Dan di berbagai ayat disebutkan juga tentang perintah Allah untuk mencari manusia yang dipilih Allah sehingga beliau bisa kita jadikan ikutan dan pemberi petunjuk berdasar pengalamannya. Sesuai dengan firman-Nya :

“Bertanyalah kepada ahli dzikir apabila kamu sekalian tidak mengetahui. Kami utus mereka itu dengan membawa keterangan dan kitab-kitab” … (QS An-Nahl 16:43-44).

“Allah memberi cahaya langit dan bumi. Umpama cahaya-Nya, seperti sebuah lubang di dinding rumah, di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam gelas. Gelas itu seperti bintang yang berkilauan …… Cahaya berdampingan dengan cahaya. Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya kepada cahaya-Nya itu. Allah menunjukkan beberapa contoh untuk manusia” … (QS An-Nur 24:35).

“Mereka itulah orang-orang yang telah ditunjuki Allah, sebab itu ikutilah petunjuk mereka itu” … (QS Al-An’am 6:90).
“Kami jadikan di antara mereka itu beberapa orang ikutan untuk menunjuki manusia perintah Kami dengan sabar serta yakin dengan keterangan Kami” … (QS AS-Sajdah 32:24).

“Barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu bersama orang-orang yang diberikan Allah nikmat kepada mereka, yaitu nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang syahid dan orang-orang yang sholeh. Alangkah baiknya berteman dengan mereka itu” … (QS An-Nisa’ 4:69).
“Tunjukilah (hati) kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan sedang mereka itu bukan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat” … (QS Al-Fatihah 1:6-7).

Maka semakin teranglah sudah bahwa petunjuk teknisnya adalah mencari manusia sebagai pembimbing yang dapat memberikan penjelasan lebih rinci tentang petunjuk teknis yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an. Karena yang akan kita riset adalah sesuatu yang tidak kasat mata maka bila tanpa pembimbing niscaya kita akan dibimbing oleh bisikan hati kita yang meragukan nilai kebenarannya sebagaimana firman-Nya :

“Aku berlindung kepada Tuhan ….. dari pada kejahatan bisikan syetan. Yang membisikkan dalam hati manusia …” … (QS An-Naas 114:1-6)
Sebelum kita bahas lebih mendalam maka ada baiknya kita urai dulu unsur manusia sehingga masalah akan semakin mudah kita teliti bersama. Seperti termaktub di dalam Al-Qur’an bahwa manusia tersusun atas 3 komponen dasar yaitu :

Jasad
Jiwa / Nafs
Ruh

Ayat-ayat yang berhubungan :
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya Ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur” … (QS As-Sajdah 32:9).

“Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” … (QS Asy-Syam 91:7-10)
Dari ayat-ayat di atas jelaslah dari ke 3 komponen tersebut memiliki dzat yang berbeda-beda tetapi menjadi dalam satu wadah yaitu jasad. Bagimana memahaminya ? Sebenarnya mudah saja dengan meneliti ayat di bawah ini :

“Allah memberi cahaya langit dan bumi. Umpama cahaya-Nya, seperti sebuah lubang di dinding rumah, di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam gelas. Gelas itu seperti bintang yang berkilauan …… Cahaya berdampingan dengan cahaya. Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya kepada cahaya-Nya itu. Allah menunjukkan beberapa contoh untuk manusia” … (QS An-Nur 24:35).

Maka dipakailah cahaya sebagai gambaran. Ruh adalah cahaya yang ditiupkan Allah hanya ke dalam tubuh manusia. Maka berawal qolbu manusia adalah Baitullah. Karena di qolbulah ditiupkan ruh tersebut. Qolbu digambarkan sebagaimana gelas yang berada di dalam rumah atau tubuh. Apabila gelas tersebut berada di dalam lautan jiwa yang bersih dan bening berkilauan maka cahayanya akan memancar ke seluruh tubuh dan pada akhirnya akan memancar keluar dari tubuh. Maka jiwa-jiwa yang lain akan melihat pancaran cahaya tersebut dengan bentuk sama dengan tubuh yang dihuni.

Sebagaimana cahaya yang tak berbentuk, tetapi apabila cahaya tersebut berada di dalam lampu neon maka kita akan melihat bentuk cahaya itu seperti lampu neon.

Maka itulah pentingnya keberadaan sang pembimbing yang akan menjadi tolok ukur kita dalam membedakan mana cahaya iblis dan mana cahaya Allah dalam usaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga kita tidak tersesat dengan mengikuti bisikan setan yang menghembus dari dalam hati. Karena jelaslah bahwa wajah rasulullah dan para pewarisnya tidak akan mampu ditiru oleh iblis, setan ataupun jin. Karena setiap unsur di dalam tubuhnya telah tersinari oleh cahaya Ruh yang suci yang pada firman-Nya disebutkan sebagai ruh-Nya.
Maka sebenarnya setiap manusia didalam qolbunya telah tertanam ruh-Nya yang merupakan satu-satunya komponen di dunia ini yang bisa menghubungkan kita dengan Allah. Tetapi dalam proses dari lahir sampai remaja hingga dewasa qolbu tersebut terhijab oleh lautan jiwa yang kotor sehingga cahaya-Nya semakin tertutup dan akhirnya redup. Maka apabila jiwa yang telah rusak tadi sering berkumpul dengan jiwa yang telah tenang/suci (sang pembimbing), maka lambat laun jiwa yang kotor tersebut akan menjadi suci sehingga cahaya ruh yang terhijab tadi kembali bersinar dan siap untuk menyinari jiwa-jiwa yang lain atau menjadi rahmat bagi sekitarnya. Sebagaimana kawat biasa apabila bersentuhan dengan kawat berlistrik maka kawat biasa tersebut bisa menyengat. Tapi apabila dipisahkan maka kawat tersebut akan menjadi kawat biasa.

Maka dapat disimpulkan selama jiwa-jiwa tersebut tidak memutuskan tali dengan jiwa sang pembimbing yang telah tenang/suci maka cahaya Allah akan selalu terpancar di setiap sel tubuh kita dikarenakan hanya jiwa yang tenang/suci yang bisa mengimbaskan ketenangan/kesucian.
“Hai jiwa (nafs) yang tenang (suci). Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan (hati) ridha dan diridhai (Tuhan). Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kalian ke dalam surga-Ku” … (QS AL-Fajr 89:27-30)

Hubungan tersebut tidak terputus walau sang pembimbing telah berpulang. Karena tiada yang mati bagi para pejuang sabilillah. Dengan syarat sang murid pernah bertemu secara lahir dengan sang pembimbing di saat masih hidup.

“Janganlah kamu katakan mati orang-orang yang terbunuh pada sabilillah, bahkan mereka hidup, tetapi kamu tiada sadar” … (QS Al-Baqarah 2:154).

Dan dalam sebuah riwayat Rasulullah menyatakan bahwa kondisi dzikir Abu Bakar yang merupakan perang terhadap hawa nafsu adalah perang jantan dan kondisi Ali yang mengikuti perang badar adalah perang betina.

Dari uraian di atas semoga dapat membangkitkan semangat kita bersama untuk semakin memperkuat keyakinan dan harapan kita akan hari perjumpaan kita dengan-Nya. Karena tiada lagi yang bisa kita perbuat selain menggantungkan harapan kita kepada Allah dan sehingga pada saatnya nanti kita akan dipertemukan dengan utusan-Nya yang akan membimbing kita kehadirat-Nya.

“Barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu bersama orang-orang yang diberikan Allah nikmat kepada mereka, yaitu nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang syahid dan orang-orang yang sholeh. Alangkah baiknya berteman dengan mereka itu” … (QS An-Nisa’ 4:69).

Dan semoga apabila Allah telah berkenan untuk mempertemukan kita dengan utusan-Nya maka kita diberikan kekuatan untuk bersabar di jalan tersebut. Sehingga pada akhirnya terciptalah umat percontohan yang benar-benar mengamalkan Al-Qur’an tanpa paksaan dikarenakan ketiga komponennya sudah harmonis dengan ruh-Nya yang pada gilirannya akan menampilkan sosok-sosok manusia yang menyandang sifat-sifat Allah. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya dan Allah tiada pernah mengingkari akan janji-Nya.

Disarikan dari : http://sufimuda.wordpress.com/2008/12/12/energi-al-quran/

Tidak ada komentar:

Kumpul Blogger